Pada Kamis (2/3/17), 11 telur komodo menetas. Ia jadi harapan baru dalam penyelamatan satwa endemik Indonesia. ”Populasi komodo betina sangat kecild dibandingkan jantan,” kata Djati Witjaksono, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkunagan. Dia memperkirakan, rasio 3:1.
Kehidupan komodo mengkhawatirkan karena beragam keterancaman, dari pemburuan liar sampai perusakan habitat alami di Taman Nasional Komodo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Pada 2016, tercatat 3.012 komodo tersebar di lima pulau, yakni, Pulau Padar, Rinca, Komodo, Gili Motang, dan Nusa Kode. Selain itu, masa kawin singkat berpengaruh pada kembangbiak komodo.
Populasi komodo kian menyusut. Sebelumnya, pada 2013, jumlah 3.222, turun jadi 3.092 pada 2014. Akhirnya, IUCN Red List, memasukkan status rentan. Dalam negeri komodo juga satwa dilindungi.
Selain 11 menetas, masih ada 10 telur komodo belum menetas di TSI. Komodo mengerami telur sekitar tijuh sampai delapan bulan.
Harimau Benggala
Sementara di Taman Margasatwa Mangkang, Jawa Tengah, Jumat (3/3/17), lahir dua harimau Benggala, jantan dan betina.
Djati bilang, kelahiran ini membuktikan pemerintah berhasil melakukan konservasi dengan metode konservasi ex-situ alias di luar habitat. ”Kita terus pembinaan dan koordinasi agar wilayahnya memiliki daya dukung optimal,” katanya.
Pengelolaan TM Mangkang, sebelumnya, di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Semarang, kini jadi perusahaan daerah.
Adapun, perubahan ini sesuai Peraturan Daerah Jateng yang telah disahkan DPRD Semarang 17 Februari 2017.
”Program konservasi ini sudah terbukti sukses melahirkan beberapa satwa langka, seperti komodo, gajah, harimau dan lain-lain,” kata Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragam Hayati KLHK.
KLHK, katanya, akan melakukan berbagai kegiatan mendukung konservasi satwa ini dengan pengamanan hutan dan menginventarisasi keterancaman habitat alam.
No comments:
Post a Comment